Aturan Baru Pernikahan dan Hukum Perceraian Warga Asing di Abu Dhabi
Aturan Baru Pernikahan dan Hukum Perceraian Warga Asing di Abu Dhabi
Oleh : Zulpikar
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Penulis pernah berada di Abu Dhabi dan dapat mengamati secara langsung budaya di sana pada kepulangan dari perjalanan Umroh di rentang waktu antara 25 Januari 2023-5 Februari 2023.
Untuk mengawali tulisan ini, kita bahas terlebih dahulu tentang Uni Emirad Arab (UEA). Berikut ulasannya, yang dirangkum Tempo.co dari berbagai sumber: Uni Emirat Arab atau Persatuan Emirat Arab, biasa disingkat UEA merupakan negara keamiran yang terletak di Asia Barat. Keamiran adalah negara yang diperintah oleh seorang amir atau raja. Negara ini berbatasan daratan dengan Oman dan Arab Saudi. Sementara maritimnya berbatasan dengan Qatar dan Iran di Teluk Persia.
Negara UEA mengadopsi sistem pemerintahan monarki terpilih. Terbentuk atas federasi tujuh emirat, yaitu Abu Dhabi, Ajman, Dubai, Fujairah, Ras al-Khaimah, Sharjah dan Umm al-Qaiwain. Tiap keamiran diperintah oleh seorang Syekh. Kemudian secara bersama-sama mereka membentuk Dewan Federal Tertinggi. Salah satu dari syekh tersebut bertugas sebagai Presiden Uni Arab Emirat.
Mengutip worldometers.info : pada 2013, negara ini memiliki populasi 9.2 juta jiwa. Sebanyak 1.4 juta dari jumlah tersebut di antaranya adalah penduduk asli dan 7.8 juta adalah ekspatriat. Hingga 2020, Uni Arab Emirat diperkirakan memiliki penduduk sebesar 9.9 juta. Agama resmi UEA adalah Islam dan bahasa nasionalnya adalah Arab. Negara ini kaya akan sumber daya alam minyak dan gas. Cadangan minyak UEA adalah terbesar keenam di dunia, sementara gasnya yang terbanyak ketujuh.
Presiden pertama UEA yang merupakan penguasa keamiran Abu Dhabi, Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan, telah menginvestasikan pendapatan minyak ke dalam perawatan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Namun, dewasa ini negara tersebut tak terlalu bergantung pada sektor pendapatan alam itu. Secara ekonomi, kini UEA berfokus pada pariwisata dan bisnis. Abu Dhabi merupakan ibu kota dan kota terbesar kedua di negara UEA. Menurut jumlah penduduknya dan luas wilayah, kota ini merupakan yang terbesar dari tujuh emirat yang membentuk Uni Emirat Arab. Sistem pemerintahan di Abu Dhabi menganut monarki konstitusional. Amirnya adalah Muhammad bin Zayid Al Nahyan.
Secara geografis, Abu Dhabi bertetangga dengan Dubai yang terletak di bagian timur. Kota ini dianggap sebagai kawasan terpenting dari pemerintah. Abu Dhabi adalah pusat pemerintahan negara dan rumah bagi Presiden Uni Emirat Arab. Ibu kota ini telah berkembang menjadi kota metropolis kosmopolitan. Selain sebagai pusat politik, kota ini juga menjadi pusaran industri, kebudayaan, dan komersial utama.
Abu Dhabi menghasilkan 56,7 persen dari PDB Uni Emirat Arab pada 2008. Kota ini menjadi rumah bagi lembaga keuangan penting seperti Bursa Efek Abu Dhabi, Bank Sentral Uni Emirat Arab dan kantor pusat perusahaan dari banyak perusahaan multinasional. Ini adalah kota paling mahal kedua untuk karyawan asing di wilayah tersebut. Serta jadi kota termahal ke-67 di dunia. Majalah Fortune dan CNN menyatakan Abu Dhabi adalah kota terkaya di dunia. (https://dunia.tempo.co/read/1697110/abu-dhabi-dan-dubai-tak-sama-begini-pemerintahan-7-emirat-dalam-uea).
Abu Dhabi, menyetujui Undang-Undang Perkawinan Sipil dan Perceraian. Dimana, mencakup masalah keluarga untuk ekspatriat atau orang asing, kantor berita WAM melaporkan pada Minggu (6/2/2022). Peraturan tersebut meliputi perkawinan sipil dan akibat-akibatnya. Khususnya, perceraian perdata, hak asuh bersama atas anak-anak, hak-hak keuangan dari perceraian, wasiat, warisan perdata, dan adopsi.
Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan, Wakil Perdana Menteri, Menteri Kepresidenan dan Ketua Departemen Kehakiman Abu Dhabi (ADJD) mengeluarkan peraturan itu pada Minggu (6/2/2022). Dimana, mengeluarkan keputusan No. 8 Tahun 2022 yang menyetujui peraturan untuk pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan dan Perceraian Sipil No. 14/2020 di Abu Dhabi.
Dalam undang-undang yang baru, perkawinan sipil akan dilaksanakan berdasarkan kehendak suami dan istri. Wanita tidak akan diminta untuk mendapatkan persetujuan dari keluarganya ketika dia memutuskan untuk menikah. Pasangan juga tidak perlu lagi membuktikan masalah yang dilakukan dalam pernikahan dan perceraian oleh salah satu pasangan.
“Menurut undang-undang, perceraian di antara pasangan ekspatriat sekarang dapat diberikan pada sidang pertama," lapor Khaleej Times. Sehingga, tidak perlu pergi ke departemen bimbingan keluarga. Pasangan yang berpisah juga tidak lagi diharuskan melalui sesi rekonsiliasi wajib.
Sedangkan hak finansial istri akan didasarkan pada beberapa kriteria. Seperti lamanya pernikahan, usia istri, status ekonomi masing-masing pasangan dan banyak lagi.Hak asuh anak, menurut undang-undang baru akan dibagi rata antara orang tua (https://aceh.tribunnews.com/amp/2022/02/06/abu-dhabi-setujui-aturan-baru-pernikahan-dan-hukum-perceraian-warga-asing).