Lex Specialis Derogat Legi Generali

Lex Specialis Derogat Legi Generali

Smallest Font
Largest Font

Oleh : Zulpikar, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang

Pada dasarnya, terdapat tiga asas hukum yang digunakan untuk menyelesaikan pertentangan atau konflik antar peraturan perundang-undangan, yakni:

1. Asas lex superior derogat legi inferiori;

2. Asas lex specialis derogat legi generali;

3. Asas lex posterior derogat legi priori.   

Pada kesempatan ini yang akan kita bahas yaitu : Lex specialis derogat legi generali. djkn.kemenkeu.go.id dalam (ARTIKEL DJKN Lelang Bersifat Lex Specialis) : Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). 

Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum Positif Indonesia (hal. 56), sebagaimana di kutip dari artikel yang ditulis A.A. Oka Mahendra berjudul “Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan,” ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu:

a. Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut, 

b. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang),   

 c. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. 

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan.   

Contoh kasus penerapan lex specialis derogat legi generali, yakni kasus pencurian telepon selular oleh anak berusia 15 tahun.

Dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Pencurian sendiri merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 362 sampai 367 KUHP tergantung cara pencurian dilakukan. Dalam kasus ini, anak tersebut terancam akan dikenakan Pasal 362 KUHP.

Pasal 362 berbunyi, “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Namun, dalam kasus ini, anak tersebut akan dikenakan UU Sistem Peradilan Anak karena masih berusia 15 tahun. UU Sistem Peradilan Anak sebagai lex specialis akan digunakan menyampingkan KUHP yang merupakan legi generali.(Red)

Editors Team
Daisy Floren