Pendiri Yayasan Pusaka Tangerang "Dari Lato-Lato Kita Belajar, Jangan Mau Dibentur-benturkan"
Tangerang - Permainan lato-lato yang kini banyak digandrungi dan dimainkan berbagai kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa di Indonesia, hampir di setiap daerah permainan yang mengeluarkan suara “tek-tek-tek” ini dimainkan dan menghiasi media sosial.
Zulpikar sebagai pendiri Yayasan Pusaka Tangerang angkat bicara mengenai permainan lato-loto ini , " Meski kini tengah menjadi tren di Indonesia, namun ternyata permainan itu sudah dimainkan sejak periode 1960-an. Permainan tersebut cukup sederhana, yakni dengan menggoyangkan dua bola yang diikat dengan tali supaya saling berbenturan".
Zulpikar melanjutkan " Dilansir dari Quartz, permainan lato-lato berasal dari Amerika Serikat. Di negara asalnya permain tersebut bernama clackers, click-clacks, atau knockers. Di Indonesia clackers mulai populer pada 1990-an dengan nama tek-tek. Kini, permaianan itu kembali menjadi tren dengan nama lato-lato. Seperti yang pernah ditulis Kompas.com sebelumnya, lato-lato berasal dari bahasa suku Bugis. Lato-lato disinyalir berasal dari kata kajao-kajao, artinya nenek-nenek. Kata tersebut akhirnya berubah pengucapan menjadi kato-kato dan kemudian lato-lato".
Masih menurut Zulpikar " Pada dasarnya, lato-lato sama halnya dengan permainan anak musiman pada umumnya. Seperti layang-layang, kelereng, gambar, dan permainan anak lainnya. Namun lato-lato menjadi berbeda karena trendnya nasional. Tidak hanya dimainkan anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Lato-lato sebenarnya tidak mengandung nilai edukasi sama sekali. Namun baik untuk merangsang kesesuaian antara otak dengan gerakan, dalam hal ini ketangkasan. Tetapi secara fhilosofis ada hal dan pelajaran negatif yang tidak boleh kita ambil dari permainan Lato-Lato ini, yaitu kita jangan mau menjadi korban dibentur-benturkan oleh pihak lain, kita tidak boleh membentur-benturkan orang lain hanya untuk memuaskan kepentingan kita.(Red)