Soal Hutang Negara Naik Tinggi,Ricky Kurniawan,Apa Tidak Memikirkan Rakyat Dan Generasi Selanjutnya
TANGERANG - Deputi Badan Komunikasi dan Strategi DPP Partai Demokrat, Ricky Kurniawan Chairul, singgung beban utang negara di era pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang melambung tinggi.
Menurutnya, bahwa saat ini pemerintah perlu segera mencegah penggunaan uang yang terbilang sangat tinggi. Sebab utang yang tinggi akan memberikan beban dan resiko besar terhadap pemerintahan selanjutnya.
"Utang itu dibayar dan dilunasi bukan malah ditambah terus!," ucap Ricky Kurniawan, dikutip dari akun twitter pribadinya @RicKY_kCH pada Sabtu, 3 Desember 2022.
Politisi partai Demokrat ini menyebut bahwa hutang negara di era Jokowi membuktikan ketidak mampuan pemerintah dalam menyelesaikan masalah negara.
Ricky Kurniawan juga menegaskan bahwa kebijakan utang yang kerap diambil pemerintahan Presiden Jokowi dinilai hanya akan menyengsarakan rakyat saja. Terlebih, hutang negara hanya akan lunas dengan dibebankan kepada rakyatnya melalui pembayaran pajak.
"Piye toh iki !? Apa tidak memikirkan rakyat dan generasi selanjutnya yang harus menanggung bebannya," katanya.
Diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah tembus Rp 7.496,7 triliun atau 38,36 persen dari PDB sampai akhir Oktober 2022.
Utang tersebut naik Rp809,5 triliun dibandingkan pada bulan Oktober 2021 yang tercatat sebesar Rp6.687,2 triliun.
Apabila dibandingkan September 2022 yang tercatat sebesar Rp7.420,47 triliun, utang pemerintah tercatat tumbuh Rp 76,23 triliun.
Adapun posisi utang didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebanyak 88,97 persen dari total utang. Sedangkan, pinjaman hanya 11,03 persen dari total utang pemerintah.
Utang SBN tercatat sebesar Rp 6.670,12 triliun, terdiri dari SBN domestik Rp 5.271,95 triliun dan SBN valuta asing sebesar Rp1.398,18 triliun.
Sementara, utang pinjaman tercatat sebesar Rp826,57 triliun, yang terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp16,55 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 810,02 triliun.
Secara rinci, pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral sebesar Rp 263,94 triliun, multilateral sebesar Rp 499,8 triliun dan commercial banks sebesar Rp46,25 triliun.
( Red )